Dia suka sekali melihat
anak-anak menunggu-nunggu kedatangannya. Sekedar untuk bermain layang-layang,
atau menemani berjalan sesorean.
Dia
datang dengan segala kesenangan di musim hujan. Pelukannya, aromanya,
menjadi satu dengan imajinasiku ketika dia sedang menyentuhku.
Aku menikmatinya.
Berada di sekelilingya,
mengamatinya bersembunyi dibalik semak daun menjadi satu kebiasaan yang membuatku
menyadari kehadirannya. Dia seperti kekasihku, suka sekali membelai rambutku.
Rambut hitam ikal sebahu yang sebenarnya sudah ingin sekali aku pangkas.
Namun masih ku urungkan.
Entahlah, aku tampak tidak menentu seperti dia. Tidak menentu seberapa besar
kecintaannya kepada kami yang menunggunya. Dalam hati aku penuh sesak
menanyakan tentangnya, tentang bagaimana dia. Rupanya, hidungnya, matanya. Ya,
aku menyukai mata-mata bulat, hidug yang besar dan panjang, seperti hidungku.
Tampak berkomedo dan pori-porinya tak dapat disamarkan. Cukup.
Kepada dia yang datang
tak menentu, aku ingin seklai menitipkan salam rindu dengan kidung asmara
seperti pujangga-pujangga memaknai petikan gitarnya. Untuk beberapa
kesempurnaan diujung tak terjamah yang bahkan bayang-bayangnya pun tak dapat
aku lihat. Kidung kesayangan dariku karenanya. Siapa dia?
Aku mulai bersalah
terlanjur menuliskan beberapa kalimat tentangnya. Seharusnya aku diam saja,
tidak secomel ini mengarang segala mengenai dia entah siapa. Kepalang tanggung,
aku ingin menyelesaikannya. Mengakhiri sesuatu yang bahkan aku tidak mengetahui
mulanya. Jangan diperpanjang, dia bukan siapa-siapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar