Pada pertengahan malam menjelang subuh, seperti biasa, aku masih
menenggelamkan pikiranku pada hal-hal abstrak yang tidak bermuara.
Tenggelam pada tujuan, masa depan, dan pertanyaan mengenai siapa
sebenernya aku.
Hal paling mendasar yang dalam beberapa bulan terakhir terlalu sibuk aku
kubur dengan jejal mengenai tujuan. Bukan berarti aku keliru, aku hanya
sedikit terlena. Dengan kamu, duniaku. Duniaku yang mana lagi, tentang
aku pun masih menjadi pertanyaan besar yang kusampaikan pada paragraf
pertama.
Bicara mengenai dunia, aku akan coba memulai mendefinisikan siapa diriku
melalui dunia yang sejauh ini menjadi tempat pertautanku dengan sesuatu
yang kusebut hidup. Mari coba menebak-nebak, aku bernafas, memiliki
buah dada, berjalan dengan dua kaki. Secara umum, dalam bahasa verbal
aku layak disebut manusia yang berjenis kelamin wanita.
Hidup tidak melulu berpangkal pada kelamin, aku masih belum puas. Definisi
kebendaan tidak akan kuperpanjang lagi. Mengenai jiwa. Sudah
mampukah aku untuk berkata lega atas segala yang kusebut pencapaian?
Baiklah, tentang siapa aku. Klise, akan aku analogikan diriku sebagai ulat pemakan daun yang mencoba
berproses menjadi kupu-kupu. Fase kepompong, aku belum yakin betul
apakah aku sudah mendapatkan formulanya. Proses yang sedang kujalani
sepertinya masih saja stagnan pada rambatan-rambatan kecil si ulat bulu.
Tiarap.
Tahukah kalian apa yang sedang menjadi kesenanganku? Makan. Makan sebanyak mungkin, itulah mengapa
lambat laun aku merasa gemuk. Aku suka sekali makan. Makan apa saja,
rakus memang. Aku sedang memilah daun-daun untuk pada akhirnya kujadikan
nama belakang yang kemudian kutulis besar-besar pada pupa
kepompongku kelak. Bicara mengenai hasil, aku belum terlalu peduli dengan
corak sayapku ketika mengepak-ngepak nanti. Untuk dapat terus makan saja
aku sudah sebahagia ini.
Agak norak sih.