Jumat, 23 Oktober 2015

Belajar Bisnis: Stage I


Jika dilakukan survey dengan subjek berapa banyak jumlah wanita Indonesia yang dalam kurun waktu sebulan terakhir mengalami pola tidur berantakan, maka saya adalah salah satu yang berada di antaranya.

Sulit tidur di jam tidur normal pada umumnya sering disebut sebagai insomnia. Banyak hal yang menyebabkan insomnia. Kasus yang terjadi pada saya, hal ini lebih dikarenakan perasaan was-was dan kurang merasa percaya diri. Kaitan dari kesimpulan tersebut mengarah pada bisnis yang akan saya jalankan. Hal yang benar-benar menguras pikiran dan waktu tidur saya.

Tidak disangka, starting point ketika hendak memulai bisnis akan sebegini menantangnya. Akan saya bagi pengalaman saya di sini. Yang wajib kamu tahu adalah: Pertama, emosimu akan tampak naik-turun secara drastis jika diilustrasikan dengan kurva. Kedua, sukses adalah tujuan dari semua bisnis. Baiklah, saya akan uraikan melalui beberapa paragraf.

Pertama adalah ketika kamu menemukan ide. Once kamu menemukan ide, kamu akan bahagia setengah mati karena di bayangan kamu semua akan berjalan mulus tanpa hambatan. Hal ini terbentuk karena ekspektasi terhadap hal yang hanya kamu yakini sendiri. To be honest, menjadi percaya diri itu bagus tapi lebih bagus ketika kamu memiliki perasaan bahwa kamu belum terlalu mampu sehingga memiliki keinginan untuk berdiskusi.

Dengan semangat meluap-luap dan fondasi ekspektasimu yang tinggi, kamu mulai gatel ingin menceritakan idemu ke orang lain. Biasanya kamu akan bercerita ke teman yang kamu bakal tahu bahwa dia pasti akan memberikan respon seperti yang kamu harapkan berupa pujian dan asupan semangat. Dalam beberapa hari ekpektasimu berhasil kamu bangun semakin kuat, namun akan ada satu titik dimana kamu merasa tidak begitu yakin dan akhirnya melakukan riset lebih lanjut mengenai idemu. 

Ini adalah tahap yang penting untuk menuju impian suksesmu. Kamu akan mulai mencari tahu dan berkutat dengan issue, branding, market research, dan promo strategies. Banyak yang menyerah di tahap ini dan akhirnya melupakan mimpinya untuk sukses. Tapi, ketika kamu berhasil memecahkan teka-teki dan menemuka keyakinan bahwa ekspektasimu benar-benar akan terjadi maka kamu akan siap untuk tahap selanjutnya.

Perlu digaris bawahi bahwa ada dua tipe teman yang kamu butuhkan. Tipe penyemangat yang sangat mendengarkan apa saja yang kamu katakan dan tipe pematah semangat yang memang menyebalkan sih, tapi di sisi lain merekalah justru yang berpotensi untuk membuatmu lebih detail. Ingat, konteks teman ya. Bukan musuh atau orang asing yang baru saja kenal dan boro-boro punya pengetahuan bisnis. 

Tipe teman ini bisa berasal dari berbagai latar belakang. Akan sangat menguntungkanmu jika mereka punya latar belakang bisnis. Kamu akan mendapatkan banyak pencerahan dari setiap sanggahan yang dia berikan atas ide dan strategi yang telah kamu susun. Mungkin akan sedikit menguras emosi karena kadang kamu akan merasa digurui but fine kalau memang segala apa yang dia katakan menurutmu benar. Berdiskusilah dengan mereka.

Kamu punya ide dan strategi yang sudah kamu benar yakin akan lakukan. Hal selanjutnya yang secara otomatis akan menari-nari di pikiranmu adalah modal. Banyak sumber modal yang dapat kita cari. Sejauh apa kamu mencari investormu, orang tua pasti akan kamu jadikan sasaran presentasi entah untuk mencari modal atau meminta doa restu. Walaupun hanya sepersekian persen modal yang kamu harapkan atau bahkan nol persen, namanya orang tua sampai kapanpun mereka akan menganggap kita sebagai anak-anak. 

Jangan heran jika nantinya, akan ada kerutan di wajah dan nada dari setiap tanggapan mereka yang mewujudkan ekspresi tidak yakin dan cenderung takut ketika kamu selesai mempresentasikan idemu. Wajar. Hasilnya? Tergantung bagaimana kamu meyakinkan kedua orang tua kamu dengan perhitungan yang logis dan rasional. Jangan asal merengek seperti minta mainan ketika kamu masih kecil. Ingat, di sini kalian harus menganggap orang tua sebagai investor. No ngambek dan banting pintu.

Jika tahapan-tahapan tersebut telah dapat kamu lewati maka berbahagialah karena kamu sudah dapat memulai bisnismu. Keberanian adalah hal pertama yang wajib dimiliki oleh setiap jiwa wirausahawan.



Sabtu, 19 September 2015

Menulis Musik: My Ultimate Happiness


Berimajinasi adalah salah satu hal yang saya senangi selain mendengarkan musik. Maka, berimajinasi ketika mendengarkan musik adalah ultimate happiness yang sebisa mungkin harus sering saya lakukan. Imajinasi saya terhadap sebuah lagu tidak muncul begitu saja. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, mood dan lagu itu sendiri. Imajinasi ini saya lakukan untuk menyiapkan jawaban jika suatu saat ada yang menanyakan perihal lagu favorit. Hal ini sudah saya lakukan sejak duduk di bangku SMP, semenjak menulis biodata di kertas binder teman jadi salah satu kewajiban di sekolah.

Sebuah lagu akan masuk dalam list favorit saya jika lagu tersebut dapat membuat saya berimajinasi. Membayangkan diri saya larut dalam lagu tersebut entah menjadi apa. Salah satu yang telah memenuhi kriteria tersebut adalah lagu Kiss Me dari Sixpence None The Ritcher. Saat ini, saya sedang mendengarkan lagu tersebut secara berulang-ulang. Akan saya coba tuliskan imajinasi saya di tantangan #15HariMenulis kali ini.

Kiss me out of the bearded barley
Nightly, beside the green, green grass
Swing, swing, swing the spinning step

You wear those shoes and I will wear that dress.
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand

Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling
So kiss me

Kiss me down by the broken tree house
Swing me upon its hanging tire
Bring, bring, bring your flowered hat
We'll take the trail marked on your father's map


Malam hari, di taman yang luas dan sepi. Saya dan seorang laki-laki bertemu. Saya melihat senyumnya mengembang ketika saya menyapanya. Kami berjalan berkeliling sambil membicarakan apa saja. Keponakan yang bandel, hari-hari yang membosankan, rencana liburan yang gagal, apa saja. Kami kehausan, dia mengeluarkan dua kaleng beer dari dalam tasnya. Kami menikmati tenggakan beer dalam diam. Diam yang syahdu. Setelahnya, kami enggan berjalan lagi. Kami rebahkan punggung kami di atas rumput yang berembun. Saya kembali bercerita. Walaupun kami lebih sibuk memandang ke langit, saya tahu betul dia senang mendengarkan saya bercerita. 

Hahaha. Saya ngetik sambil senyum-senyum. Mirip-mirip scene taman di film Before Sunrise gitu deh. Manis banget. Buat yang mau coba merangkai imajinasi bersama Sixpence None The Ritcher, silakan klik (ini).


Sukoharjo
18 September 2015



Kamis, 17 September 2015

Menulis Musik: Foto Pertama Bersama Rock Star

Mungkin akan menjadi sedikit norak ketika saya menulis tentang pengalaman saya bertemu seorang musisi terkenal. Tapi yasudahlah, saya memang norak tapi tenang saya akan berusaha untuk menuliskannya dengan kalimat yang elegan. Ini bukan menulis musik sih judulnya. Hahaha.

Dalam tulisan ini, seluruhnya saya akan ceritakan pengalaman saya bertemu Robi Navicula. Pertama kali saya bertemu Robi Navicula di pintu kedatangan Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Saya dengan sangat antusias sengaja menawarkan diri untuk menjemputnya karena dari semua line up musisi yang akan tampil di acara X, cuma Robi Navicula yang menarik perhatian saya. Bukan karena saya salah satu anggota groupiesnya, bukan. Kesediaan saya justru karena ketidak tahuan saya. Beberapa hari sebelum mengiyakan prosesi penjemputan ini, saya cari tahu mengenai beliau melalui Google. Jujur, saya tahu ada sebuah band dari bali bernama Navicula, tapi saya tidak tahu betul siapa saja personilnya. Kecuali Dadang yang lebih tenar dengan Dialog Dini Hari.

Keyword Navicula menjadi bekal saya untuk mempersiapkan bahan obrolan dengan gitaris nyentrik ini. Mulanya saya pikir saya akan menghadapi musisi rock yang gondrong dan urakan. Namun, jauh dari dugaan saya, Bli Robi ternyata tidak gondrong dan cenderung kalem. 

Sempat bingung memikirkan bahan obrolan, mau sotoy nyanyi lagu Mafia Hukum nanti malah dia jijik. Akhirnya, kalimat pertama yang saya keluarkan ketika bertemu pertama kali adalah, “Kok nggak gondrong lagi?”. Sok akrab memang, berlagak seperti fans sejati yang sudah kenal beberapa tahun. Padahal mah apa.. Setelah jemput, ini apa-apa urusan Bli Robi jadi ke saya. Saya dijebak menjadi LO. Baiklah, freelancer rangkap kerjaan sudah biasya.

Menjelang acara ya biasalah ya, check sound dan lain-lain. Tibalah di acara inti, saya mengerjakan pekerjaan yang lain sembari memastikan kalau musisi saya datang tepat waktu. Belakangan saya merasa kalau saya terlalu bawel dan posesif sama musisi saya. Belum, belum sampai jadi baper.

Ba bi bu be bo. Acara selesai. Honestly, saya adalah orang yang paling males sedunia kalau dimintai tolong untuk menjadi fotografer dadakan buat teman-teman saya yang pengen banget foto sama artis. Apalagi temen yang nggak tau-tau banget siapa orang yang mau diajak foto. Sorry to say, Rieke. Karena kamu, jadilah niat awal untuk mengucapkan terimakasih kepada Bli Robi urung saya lakukan.

Setelah sesi foto teman saya berakhir, pertama kali seumur hidup, saya berani minta foto bareng sama musisi yang sebenernya nggak begitu saya kenal juga. Terjilatlah ludah saya sendiri. Bukan apa-apa, dari attitudenya saya punya feeling kalau orang ini adalah sesuatu. Sebenarnya Bhaga, salah satu teman saya, sih yang bilang kalau Bli Robi ini adalah satu rock star keren. Saya tidak akan sekalipun meragukan kata Bhaga kalau urusan rock star walaupun pada dasarnya Bhaga adalah anak punk.

Dugaan saya tidak meleset, beberapa hari setelah acara saya coba cari tahu ternyata benar adanya beliau adalah sesuatu. Beliau adalah seorang petani kopi dan aktivis lingkungan. Dua hal keren yang sampai sekarang belum bisa saya lakukan. Berserah diri kepada alam dengan mengolah dan memperjuangkannya. Mungkin tulisan ini akan berakhir menggantung karena banyak detail yang bingung akan saya sisipkan di mana. Seburuk apapun tulisan ini, yang jelas saya bahagia karena tanpa saya duga, Bli Robi menyambut dengan baik ajakan berfoto saya. Bahagia sesederhana itu ya?

Rolling Stones Cafe, Kemang



Sukoharjo
17 September 2015

Menulis Musik: Setahun Mengenal Gamelan

Saya adalah orang yang sampai sekarang yakin bahwa suatu hari nanti saya akan mempunyai sebuah band. Saya mendengarkan dan mencintai musik jenis apapun. Permasalahannya, pertama, sampai sekarang saya tidak mendapat pengakuan jika suara saya merdu. Kedua, saya tidak dapat bermain alat musik.

Ketika SD, saya senang klothekan (pukul-pukul meja sambil menyanyi) ramai-ramai. Hal tersebut terbawa hingga SMP dan baru dapat tersalurkan dengan baik ketika masuk bangku SMA. Di SMA, ada satu pelajaran wajib untuk anak kelas X. Karawitan. Mungkin saya adalah siswa yang selalu menantikan pelajaran yang hanya diajarkan dua jam tiap satu minggu dari seluruh jadwal pelajaran lain di sekolah.

Gamelan adalah alat musik pertama yang diajarkan kepada saya secara formal. Hal dasar yang saya pelajari sebelum praktek adalah mengenal gamelan secara teori. Bahwa notasi pada gamelan tidak berupa solmisasi yang terdiri dari 7 nada. Gamelan memiliki susunan notasi pentatonis yang terdiri dari 5 nada dan terbagi menjadi dua laras, slendro dan pelog. Entahlah apa sejatinya slendro dan pelog sampai sekarang saya tidak mengerti.

Ketika pertama masuk kelas karawitan, kita semua dibebaskan untuk memilih alat musik apa yang akan kita mainkan. Dengan cepat dan tangkas, saya langsung memilih Saron tanpa alasan berarti. Saron adalah alat musik tabuh yang memiliki nada satu oktaf lebih tinggi dari iringan pentatonik lainnya. Dalam memainkan Saron, tangan kanan memukul lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet logam yang telah selesai dipukul untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet yang berasal dari kata dasar pathet yang dalam Bahasa Indonesia berarti pencet. 

Nampaknya Saron adalah jodoh saya. Tanpa tahu apa itu laras pelog dan slendro saya langsung dapat beradaptasi memainkan saron. Pelajaran berikutnya secara acak saya coba memainkan instrumen lain, Saron Penerus. Bentuknya lebih kecil dari Saron Demung dan Saron Barung. Cari sendiri di google ya. Cara mainnya tidak jauh berbeda, masih menggunakan teknik memathet tapi dilakukan dua kali tabuh untuk masing-masing nada. Saron Penerus merupakan salah satu mimpi buruk bagi teman-teman sekelas. Oh my.. bukan cuma Saron Penerus deng, kelas karawitan adalah mimpi buruk bagi setiap siswa kelas X. Karena gurunya memang seram sih, Alm. Pak Parno. Secara fisik beliau mirip Suneo tapi hatinya bagaikan Giant yang gampang sekali terpantik amarahnya. Beliau paham betul tentang laras/tidaknya sebuah tembang. Satu nada yang meleset sama dengan satu penghapus yang diterbangkan dari tangannya. 

Anyway, Saron Penerus adalah jodoh saya yang kedua. Keluarga Saron memiliki andil 75% dari sebuah tembang, Saron adalah instrumen yang dijadikan penuntun untuk instrumen lain. Maka tidak heran dalam satu rangkaian gamelan biasanya punya 4 saron.

Suatu hari, Kata Pak Parno, cepat lambat ketukan gamelan penuntun ditentukan oleh komando tabuhan dari Kendhang. Saya sempat tertarik untuk mencoba menabuh Kendhang, tapi waktu itu, posisi kendhanger lebih popular di kalangan siswa laki-laki. Jadi niat untuk memilih menabuh Kendhang saya urungkan sejak hari ketiga kelas karawitan.

Tibalah hari dimana saya terlambat masuk kelas. Masing-masing siswa sudah duduk manis di belakang instrumen pilihannya. Satu kursi kosong tersisa di belakang Bonang Penerus. Cara memainkan Bonang juga ditabuh, sama seperti Saron. Namun, tabuhannya tidak menggunakan teknik pathet. Bonang memiliki dua alat tabuh yang masing-masing dipegang oleh tangan kanan dan tangan kiri. Susunan logam tabuhnya berjumlah 12 dengan susunan 6 di bawah 6 di atas. Semua terasa baik-baik saya sebelum saya tahu kalau 6 atas dan 6 bawah logamnya disusun terbalik. 6 atas adalah do re mi fa sol la si, 6  bawah adalah do si la sol fa mi re. Satu yang masih menjadi misteri, bagaimana bisa 6 buah logam ini menghasilkan 7 nada notasi solmisasi. Bangkai.

Misteri belum berakhir. Ternyata ketukan Bonang tidak sama dengan Saron. Bonang diketuk dengan tempo ½ lebih cepat dari Saron. Percobaan pertama, dua kali penghapus melayang ke arah saya. Ambyar pokoknya. For your information, kakaknya Bonang Penerus, Si Bonang Barung tingkat kesulitannya nggak jauh beda sama adiknya. Berkat Bonang, akhirnya saya merasakan mimpi buruk yang selama ini teman-teman saya rasakan.

Semenjak tragedi penghapus terbang, pertemuan demi pertemuan saya lewati dengan menabuh Saron Penerus. Sampai suatu kali saya memberanikan diri menjadi seorang kendhanger karena kendhanger yang biasanya nggak ada. Saya lupa judul tembang yang waktu itu sering kami gunakan dalam kelas karawitan. Tapi sampai sekarang saya masih ingat bunyi ketukan Kendhang yang waktu itu saya mainkan.

Tak Tak Tung Dha
Tong Tung Tong Tung
Tung Dha Tung Tung
Tung Dha Tung Tung
Tong Tung Tong Tung
Tak Dha Dha
Tak Dha Dha

Kendhang yang kelas kami pakai adalah Kendhang Kalih. Dalam Bahasa Indonesia kalih berarti dua. Kendhang ini terdiri dari Kendhang Ageng (besar) dan Kendhang Ketipung yang ukurannya lebih kecil. Kendhang Kalih menghasikan empat jenis bebunyian seperti yang saya tulis di atas. Tong dan Dha keluar dari tabuhan Kendhang Ageng. Tak dan Tung keluar dari tabuhan Kendhang Ketipung.

Pak Parno, guru paling killer tapi keren yang mengajari saya banyak hal itu, berhasil saya taklukkan. Beliau mengapresiasi keberanian saya bermain Kendhang dengan memberikan nilai sangat bagus di rapor. Pertama, tentu karena permainan saya bagus. Kedua, karena dari sekian puluh siswi cuma saya yang bisa main Kendhang. Hahahaha saya memang jumawa. *ditabok massal

Begitulah cerita mengesankan saya dan alat musik yang saya pelajari secara formal. Dari sini saya tersadar kembali bahwa mimpi saya membuat band sekeren HAIM adalah fana.



Sukoharjo
16 September 2015