Kamis, 30 Mei 2013

Fat The Whack

Sebenarnya aku tidak suka memberi judul tulisanku dengan bahasa inggris, bahasa asing, bahasa alien dan semacamnya. Tapi percayalah, ini hanya sebuah spontanitas menghadapi beberapa situasi sulit tentang renungan-renunganku di luar angkasa.

Aku tidak mengerti, orang-orang macam apa yang ada di sekelilingku. Mereka serigala berbulu domba, atau memang sebenar-benarnya adalah domba?
Entah. Semu, semuanya semu. Hanya bayangan samar-samar yang dapat hatiku lihat. Sejelas-jelasnya bayangan, wujudnya tak ada kenampakan. Semu, semu, semu. Harus pada siapa aku meletakkan batu kepercayaanku?

Ibu? Bapak? Aku tidak setega itu pada mereka, aku bukan lagi gadis kuncir dua berusia 6 tahun. Yang hanya dapat membebani mereka dengan cercahan tanya-tanya, bukankan sebagai manusia kita harus bertumbuh peka? Mencari-cari sendiri jawaban-jawaban atas segala kenapa yang memang sudah saatnya dicari tahu dengan ketajaman intuisi.

Ini namanya hidup. Kata bapak, tidak akan sesulit ini, dia bilang dahulu ketika aku masih kanak-kanak, hidup itu menyenangkan. Membual, ternyata dia membual. Tunggu. Bukan. Dia tidak membual, ini hanya sebagian prosesku. Proses menuju kebahagiaan. Apa itu kebahagiaan? Dimana dia?

Aku sedang mencarinya. Tujuan untuk kebahagiaan tapi tak tahu dimana mula ujung perjalanannya. Bukankah konyol? Berbicara mengenai tujuan, apa yang aku cari? Kebahagiaan? Kebahagiaan macam apa? Gila. Definisi bahagia aku tidak tahu. Terlalu banyak segala yang sebenarnya mebuatku bahagia untuk sesuatu yang kusebut proses. Aku mengabaikannya.
Mengabaikan hal-hal kecil di sekitarku. Salah? Tidak. Aku berhak melakukan apapun terhadap diriku, tentang aku yang melewwatkan kebahagiaan kecilku.

Bukan, aku memang tampak sedang membela diri atas penyesalanku, tapi benar bukan, aku hanya membuat sedikit kebahagiaan kecil untuk diriku sendiri atas proses yang kerap membuatku muak. Terpaksa kujalani, oh ya.. keterpaksaan, barangkali itu yang membutakan pandangku. Yang mengaburkan bayang-bayang masa depanku menjadi semu. Heran, terpaksa karena beberapa tuntutan. Materi, keluarga, masa depan cerah bla bla bla. Sejak kapan uang menjadi tuhanku?

Rabu, 22 Mei 2013

Berita Bahagia

Bapak sudah berhenti merokok sejak setahun yang lalu. Kabar bahagia mengingat usianya yang tidak lagi muda untuk dapat sehebat itu memaksa paru-parunya bekerja sekian kali lipat memompa beberapa limbah udara setiap hari. Berkebalikan, kabar duka atas kesenangan Bapak yang memang hanya untuk itu katanya. 
 
Entahlah.

Satu sisi menyenangkan mendapati kabar seperti itu, terlihat benar perubahannya, badannya menjadi sedikit lebih gemuk dan raut mukanya tampak lebih segar. Ganteng. Jangan ditanya, dari segi keuangan ia sudah berhasil menghemat sekitar empat ratus ribu sebulan.

Tapi, bagaimana rasanya menjadi bapak? mengalah pada hal yang dicintainya karena usia. Mungkin dia menyerah atas kesadarannya yang memang terlambat sedang menjalani hubungan percintaan dengan hal yang tidak membuatnya lebih baik. Secara fisik. Lihat betapa dia sangat mempertanggung jawabkan segala apa yang dia pilih, dia konsisten. Setidaknya sampai setahun yang lalu. Konsisten mencekoki udara segar kami dengan hal kesukaannya. Aku yakin sebenarnya dia tau akibatnya untuk kami, biar, asal Bapak senang walaupun fisik dan dompetnya dibuat kering. Tapi batin?
 
Bapak merokok sudah dari muda, hampir seluruh hidupnya tak lepas dari asap-asap dan linting tembakau yang membuat bibirnya biru, giginya kuning tar. Hubungan yang tidak sehat, lagi-lagi aku hanya dapat menebak segala kemungkinan-kemungkinan dalam pikiranku. Dia merasa dirugikan, baiklah, logikanya mulai berjalan kali ini. Logika untuk kejam pada dirinya sendiri agar mengakhiri persetubuhannya dengan racun. Pria pintar, benar katanya tak ada kata terlambat setelah beberapa kali sebelumnya dia sempat membalas laranganku yang benar-benar tidak dapat aku sanggah lagi. Tentang kesenangannya menganiaya paru-paru dan jantungnya. Serta kami.

Ibu, tidakkah dia merasa terkhianati atas kecintaan bapak pada lintingan tembakaunya? Tidak. Dia tidak cemburu. Hanya menyayangkan betapa meruginya Bapak. Mungkin itulah bentuk cinta Ibu kepada Bapak, membiarkannya bersuka hari walau sebenarnya dia merasa mengiba. Rancu.

Senin, 20 Mei 2013

Girls,

Laki-laki memang menyebalkan. Tak tau pula apa itu namanya berbicara dengan hati, entahlah mungkin yang ada dalam pikirannya cuma coli.

Setiap kami, kekasih wanitanya, berbicara hanya mereka sibuk dengan abu dari rokok yang menggantung dijarinya. Sesekali menanggapi dengan pengulangan. Memamng benar tak ada laki-laki seperti Minke milik Pram. Laki-laki yang dalam isinya dan pengertiannya serta pandai bertutur sepenuh hati.

Banyak belajar banyak bicara banyak berfikir. Begitu seharusnya pun lelaki mengikuti untuk menjadi sedikit lebih sensitif. Feminisme? Memang hanya kaum perempuan yang menyuarakan kesetaraannya, karena itulah pria-pria jadi malas berpikir. Dalam alam bawah sadar mereka mungkin memang hanya kodrat wanita yang diharusnkan mempertajam hatinya, sedang lelaki pada logikanya.

Sering banyak orang mengatakan bahwa perempuan akan lebih cepat berpikir dewasa ketimbang pria. Bualan, itu hanya karena mereka tidak mau berdamai dengan hatinya, sengaja tidak dilatih untuk menjadi peka dan sensitif. Seperti banci. Ada baiknya mungkin aku menikah dengan banci. Mereka berhati lembut.

Sebagai kaum feminis Kartini gagal menyuarakan hal ini. Kalah dengan suara kodrat. Sensitif bukan hanya milik perempuan haid. Setiap hari selain hari haid mereka membincangkan kedalamannya hatinya sendiri dengan logika. Mereka hebat. Sensitif adalah bagaimana cara mereka bersikap ingin dibela pada hadapan laki-laki bagaimana mereka menunjukkan kemanjaannya untuk mendapat sebuah jawaban, sejauh mereka tak mendapatkan balasan yang setimpal atas kepahitan sikap lelaki setelahnya. Kedewasaan yang jauh diatas lelaki, memang katanya milik perempuan, dibuat untuk dasar memaklumi segala tingkah tanduk logika lelaki. Kau heran mengapa banyak wanita lebih memilih lelaki berumur jauh di atasnya daripada yang seumuran?

Alasan dari para wanita termasuk Ibuku yang menikahi bapakku dengan beda usia 8 tahun, mungkin karena mereka pandai memperlakukan kaum kami. Dari mana mereka dapat kepandaian seperti itu? Bisa karena anugerah bisa karena mereka memiliki lebih banyak pengalaman menghadapi wanita. Lebih lama umur mereka. Buaya berarti ya? Bisa jadi.

Guru paling baik adalah pengalaman, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang berguru pada pengalaman. Coba pikir lagi, tidak baik memang mengungkiti masa lalu, tapi adilkah untuk kami dipersandingkan dengan mereka yang berlebih pengalaman sedang kami masih berupa cawan kosong. Tau dari mana jika kami tidak dipermainkan?

Sama-sama makan hati membahas keduanya. Jalan paling bijaksana adalah mempersiapkan dirimu sendiri untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Proses? Lupa aku menulisnya. Orang yang bijaksana salah satunya adalah orang yang menghargai proses sebagaimanapun mengalirnya.

Sabtu, 18 Mei 2013

Ilusi Merah Jambu

Ia sedang jatuh cinta. Jatuh cinta entah pada siapa, pada lelaki yang mencium bibirnya dalam mimpi. Yang membuatnya tersenyum-senyum sepanjang pagi dan setelahnya.

Ia mulai sering memejamkan matanya yang tidak terlalu bagus sembari mendengar lirik-lirik kesenangannya dari balik speaker klasik bekas milik kakak perempuannya. Sayup-sayup menggema hingga ruang tengah. Ia masih asyik menikmati dunia dari balik matanya yang mengatup. Apa yang ia pikirkan?

Seorang pria tengah baya tinggi besar masuk mebuat air mukanya bergaya macam-macam. Pria itu, pria bertubuh besar itu sedang berada di depannya, masuk ke dunia semu yang penuh suara-suara menyiratkan ketukan hati yang berdebar-debar. Semua berubah menjadi lautan merah jambu. Ah, betapapun indahnya adalah surga.

Pria yang senyumnya masih lekat ia hafal ketika menemuinya dalam mimpi dan meninggalkan kesan mendalam untuk hatinya sepanjang pagi dan setelahnya. Berjalan mendekat samar, ia tau betul itu benar punggung pangerannya. Tinggi tegap mengenakan kaos abu-abu dan jeans biru kusam. Cukuran rambutnya baru, pun ia menyadarinya. Gagah sekali. Duduk mendekat dan hanya diam. 

Selalu timbul tanya, benarkah ini bayangan yang sama? Memang sama, ia meyakinkan hatinya dengan perlahan dibuka matanya dan ia dapati senyum yang memang tiada beda. Ia yakinkan dirinya, saling balas senyum dan tatapan. Ia suka, suka dipandangi tingkah manjanya. Andai si pria tau betapa ia sangat suka diusap-usap lemut rambutnya. Benar, benar diusap olehnya. Hangat. Sayang. 

Pria impiannya menjemputnya bangun, bangkit, berjalan keluar rumah dengan senyum yang tak henti-henti ia tunjukkan. Sambil lari-larian kecil menuju tukang jual es krim pria itu tak lepas menjeratnya dengan pesona ilusi merah jambunya. Sesekali mencubit pipinya yang menggumpal dengan gemas. Memandanginya menjumputi kismis dari es krim blueberry miliknya. 

Semuanya berlangsung menyenangkan. Gadis manja dan pria manis yang menyukainya. Pria yang bahkan tidak begitu ia ketahui benar keberadaannya, yang sorot matanya mampu meluluhkan keras hatinya. Seperti sedang diajak berkeliling di pagi hari pada suatu desa berbukit pinus. Dingin. Menyejukkan.

Ia masih enggan membuka tangkup matanya, kegilaan macam apa yang sedang menjangkitinya? Menerawang jauh dan lagi pada wajah yang sama ia terbayang-bayang. Sering ia tersenyum-senyum tidak pula pada lagu yang sama tapi bau tubuhnya masih sama, sorot matanya sama. Aneh. Ia benar-benar sedang jatuh cinta.

Jumat, 17 Mei 2013

Ciyus?

Serius adalah ketika kamu benar-benar yakin menambahkan garam pada sepanci sup yang memang kurang asin. Bukan memberi perkiraan tanpa tindakan, yang ujung-ujungnya merasa tidak puas.
 
Tidak puas atas apa yang tidak benar-benar kamu usahakan. Aku akan jadi orang pertama yang tertawa paling kencang kalau samapai hal seperti itu kudapati. Lucu memang manusia-manusia jaman sekarang.
 
Menilai keseriusan adalah poin penting yang tidak dapat lepas dari keputusan apa yang akan kita ambil, siapa yang akan kita pilih. Tidak menuntut banyak aturan dan tata cara untuk menilai keseriusan, dalam diri kita masing-masing sudah ada sensor keseriusan yang sebenarnya dapat kita sesuaikan kepekaannya.
 
Jangan menjadi bodoh menyuarakan persetujuan tanpa menimbang dan menilai dengan matang. Hati? Itu yang sering kali membuat kita bodoh. Bodoh karena menutup celah untuk logika.

Senin, 13 Mei 2013

Tuan Berhidung Besar

Aku menyukai seseorang bernama Tuan Berhidung Besar. Menyukai Tuan Berhidung Besar seperti melihat tulisan hitam putih di layar monitorku yang tampak seperti halaman buku. Dengan leluasa aku dapat memandangi deret alisnya yang tebal tanpa dia tahu. Seperti pohon kelapa yang setia diam-diam mengamati matahari senja dan burung-burung dari selatan. Manis bukan?

Sengaja aku menambahkan hal yang manis seperti ini, aku sedang ingin menulis sesuatu untuk mengganti tulisanku sebelumnya yang jauh dari kata rapih. Merusak pola-pola catatan harianku yang sebelumnya kupikir sudah sempurna jadi terbengkalai.

Tunggu, ketika menulis ini moodku naik turun. Jika kalian ingin tahu, aku sedang mendengarkan siaran radio dengan headset tersumpal di kanan-kiri telingaku. Ugh, seandainya manusia diujung mikrophone sana mengerti betapa menyebalkannya dia. Merusak sistem otakku dengan lelucon basi dan tawa garing yang tidak pada tempatnya. Sampah.
 
Baiklah mari kuteruskan ceritaku tentang Tuan Berhidung Besar. Mulai bertemu dengan hati gembira lagi karena beberapa beat dari kotak bersuara.

....

Aaaaaaa, tulisan manisku. Tampaknya aku kehilangan tulisan-tulisan manisku selanjutnya. Selamat untuk Tuan dari Udara kamu berhasil mengusirnya jauh dari kepalaku.

Minggu, 12 Mei 2013

Judulnya Dia

Dia suka sekali melihat anak-anak menunggu-nunggu kedatangannya. Sekedar untuk bermain layang-layang, atau menemani berjalan sesorean.

Dia datang dengan segala kesenangan di musim hujan. Pelukannya, aromanya, menjadi satu dengan imajinasiku ketika dia sedang menyentuhku.

Aku menikmatinya.

Berada di sekelilingya, mengamatinya bersembunyi dibalik semak daun menjadi satu kebiasaan yang membuatku menyadari kehadirannya. Dia seperti kekasihku, suka sekali membelai rambutku. Rambut hitam ikal sebahu yang sebenarnya sudah ingin sekali aku pangkas.

Namun masih ku urungkan. Entahlah, aku tampak tidak menentu seperti dia. Tidak menentu seberapa besar kecintaannya kepada kami yang menunggunya. Dalam hati aku penuh sesak menanyakan tentangnya, tentang bagaimana dia. Rupanya, hidungnya, matanya. Ya, aku menyukai mata-mata bulat, hidug yang besar dan panjang, seperti hidungku. Tampak berkomedo dan pori-porinya tak dapat disamarkan. Cukup.

Kepada dia yang datang tak menentu, aku ingin seklai menitipkan salam rindu dengan kidung asmara seperti pujangga-pujangga memaknai petikan gitarnya. Untuk beberapa kesempurnaan diujung tak terjamah yang bahkan bayang-bayangnya pun tak dapat aku lihat. Kidung kesayangan dariku karenanya. Siapa dia?

Aku mulai bersalah terlanjur menuliskan beberapa kalimat tentangnya. Seharusnya aku diam saja, tidak secomel ini mengarang segala mengenai dia entah siapa. Kepalang tanggung, aku ingin menyelesaikannya. Mengakhiri sesuatu yang bahkan aku tidak mengetahui mulanya. Jangan diperpanjang, dia bukan siapa-siapa.

Jumat, 10 Mei 2013

Lawan!

Sekarang aku sedang menulis. Berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya, kali ini dipesan untuk sebuah misi. Aku menyebutnya misi terselubung. Agak berlebihan memang.
 
Kepalaku ingin meledak, mungkin jika bisa sudah tuan kepala lakukan dari beberapa waktu sebelum ini. Karena tuntutan dan pendapat dari kepala orang banyak. Orang banyak yang mengaburkan kecintaan untuk menulis semauku, sesukaku. Memang bukan kali pertama aku menyanggupinya. Kasian, perasaanku harus mengalah atas beberapa rupiah.

Awalnya, aku membuat beberapa percakapan sederhana dengan konflik permukaan seadanya dan senyatanya. Tapi akhirnya atas dasar kepantingan termasuk pula di dalamnya adalah kepentinganku, kepentingan menulisku, kepentingan materiilku, aku harus mau menenggelamkan perasaanku. Salah? Benar?

Mengenai salah dan benar, memang sebuah pertanyaan besar ketika akar dari penghakiman salah dan benar dibicarakan hingga tak terbatas. Salah dan benar adalah tentang sebuah motivasi. Bagaimana mereka menilainya dengan kebijaksanaan dan kondisi kenyataan.

Kembali ke sesuatu yang sedang aku tulis, aku tidak dapat membicarakan secara sistematis bagaimana pergolakan antara pikiran dan rasaku. Dengan sisa kecintaanku, aku coba memeras kepalaku untuk mendapat jalan tengah supaya mendapatkan akhir yang.......adil.

Rasa memang tidak akan pernah mengkhianati kita, tapi bagaimana kita mewujudkan rasa terkadang menjadi hal sulit.

Sabtu, 04 Mei 2013

Dari Papa

Dia anak gadisku. Yang setiap aku datang selalu menjemput kepulanganku.

Kini ia tampak tak berseri-seri menyambutku. Matanya sayu, sembab sebelah kirinya. Sepertinya dia kelelahan menungguiku. Aku menjanjikan pulang terlalu pagi. Ketika seharusnya ia masih menikmati selimut tebalnya. Aku harap dia tidak jengkel.

Anak gadisku adalah seorang sulung dari ketiga anak-anakku. Dia kutinggalkan bersama ibunya di sebuah desa kecil untuk sekedar mencari kesibukan di tempat yang jauh dari mereka.

Sebenarnya aku tidak tega. Membiarkan dia beranjak sendiri menghadapi semua perubahan tentang perkara hidup. Tapi aku yakin padanya.
Dia keras kepala sepeertiku. Mungkin salah satu penyebabnya karena kami berada dalam satu naungan zodiak yang sama. Dia pemalas tapi dengan tanpa aku disampingnya, dia mau pergi setiap sebulan sekali bergaul dengan pemuda-pemuda bengkel. Dia mau mengangkat galon, membetulkan raket nyamuk. Dia mau naik ke atas tangga merapihkan genteng, mengganti lampu, sampai mencari bangkai tikus di atap. Mau tidak mau sih..

Aku kasian memikirkannya harus berpusing-pusing dengan pikirannya sendiri tentang masa depan. Aku ingin suatu hari nanti dia tidak mendapatkan teman hidup sepertiku. Dia harus bahagia.

Jika kalian melihatnya, kalian akan menyukainya. Kalian akan mudah mengenalinya. Dia gadis berperawakan kurus dengan sepatu boot klasik dikakinya. Dia tampak kuat dengan bergaya seperti itu.
Kelak di kemudian hari, jika aku tidak lagi mendapati anak gadisku yang selalu datang setiap pagi untuk menjemput kepulanganku, aku tetap akan memintanya menungguiku. Aku suka merepotkannya.

Itu adalah cara untukku berdekatan dengannya. Aku terlalu gengsi untuk sekedar memanjakannya.

Rabu, 01 Mei 2013

Fase Pertama

Sedari subuh tadi, aku berfikir keras tentang bagaimana hidupku kelak. Tentang harapan dan mimpi-mimpi.
Yang dulu semu kini semakin tertata. Aku punya pandangan, tidak lagi bayang-bayang fatamorgana yang menjanjikan keindahan. Aku menemukan jalanku.

Sekian lama aku bertarung melawan pikiranku untuk segera menemukan dimana aku seharusnya berada. Aku melangkah tak pasti. Beban materi dan penghargaan lingkungan saat itu begitu membuatku ingin menangis saja. Aku, lulusan baru dari program yang tidak semua orang mengerti juntrungannya sempat kalah. Kalah dengan keadaan sampai-sampai aku beralih murtad. Mengkhianati kesenangan dan mimpi-mimpiku.
Tidak salah memang. Aku berhak memilih. Rasa bersalah atas pengkhianatan biar aku yang tanggung.

Waktu semakin mengejar. Aku membayang pada sesuatu yang memang tidak seharusnya aku inangi. Dengan segala upaya aku mencoba bangun, menghampiri kesenanganku yang semoga akan menjadi takdirku.
Mimpi-mimpiku.
Siapapun, tidak akan pernah mengerti bagaimana takdir akan membawa kalian. Mereka berjalan melalui proses yang harus dengan sabar kalian telateni. Seperti angin, mereka menerpa semau mereka, mereka berjalan semau mereka. Pintar-pintarlah kalian menangkap angin. Nantinya, jangan sampai mimpi -mimpi hanya berhenti sebatas hiburan untuk otak.

Tuhan senang membaca tulisan-tulisanku dalam blog. Dia akan mengamini segala harapanku. Entah kini atau kapanpun.