Untuk siapa kami menggelar-gelar kemuliaan demi kemuliaan yang sebenarnya cuma bentuk gimmick gempita sesaat yang hanya muncul di awal paragraf?
Bukankah menyebalkan mengetahui darimana asal jalan sebuah keriaan yang sebenarnya hanya bayang-bayang tanpa tuan? Dengan apa kita menyatakan segala macam bentuk kejemu-jemuan sebenarnya yang mungkin tak satupun kawanan koloni singa lapar ini tahu? Tunggu, apa aku terlalu sering menuliskan kata semu dalam tulisan-tulisanku?
Kutulis semua kesemuan yang ada padaku dalam layar tanpa garis yang entah telah menjadi tambatanku akhir-akhir ini dan masih belum dapat kuputuskan untuk berapa lama lagi aku akan seperti ini. Terlalu lelah, semua orang terlalu lelah bermain-main dengan pikiran mereka sendiri. Pun juga denganku. Ini yang aku bisa. Menyusun ulang huruf a sampai z untuk kemudian kupajang di laman diaryku yang kemudian kau bisa baca untuk mencari tahu makhluk apakah sebenarnya aku ini. Ya kan?
Sampai kapan aku akan terus berada dalam kungkung segala hal yang kupikir memang sangat tidak jelas begini? Bagaimana aku dapat keluar dan menikmati udara kebebasan yang di langit-langitnya dapat kugantungi dengan jari-jariku hingga ketiakku dapat merasakan semilir angin yang katanya bisa membuat wangi deodorant baruku tercium sampai garis tak terbatas, sejauh pandanganku atas segala apa yang membuatku merasa benar-benar lepas? Paradoks.
Aku terjebak dalam tubuh dewasa. Aku berada dalam dimensi yang salah. Mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar