Sabtu, 18 Mei 2013

Ilusi Merah Jambu

Ia sedang jatuh cinta. Jatuh cinta entah pada siapa, pada lelaki yang mencium bibirnya dalam mimpi. Yang membuatnya tersenyum-senyum sepanjang pagi dan setelahnya.

Ia mulai sering memejamkan matanya yang tidak terlalu bagus sembari mendengar lirik-lirik kesenangannya dari balik speaker klasik bekas milik kakak perempuannya. Sayup-sayup menggema hingga ruang tengah. Ia masih asyik menikmati dunia dari balik matanya yang mengatup. Apa yang ia pikirkan?

Seorang pria tengah baya tinggi besar masuk mebuat air mukanya bergaya macam-macam. Pria itu, pria bertubuh besar itu sedang berada di depannya, masuk ke dunia semu yang penuh suara-suara menyiratkan ketukan hati yang berdebar-debar. Semua berubah menjadi lautan merah jambu. Ah, betapapun indahnya adalah surga.

Pria yang senyumnya masih lekat ia hafal ketika menemuinya dalam mimpi dan meninggalkan kesan mendalam untuk hatinya sepanjang pagi dan setelahnya. Berjalan mendekat samar, ia tau betul itu benar punggung pangerannya. Tinggi tegap mengenakan kaos abu-abu dan jeans biru kusam. Cukuran rambutnya baru, pun ia menyadarinya. Gagah sekali. Duduk mendekat dan hanya diam. 

Selalu timbul tanya, benarkah ini bayangan yang sama? Memang sama, ia meyakinkan hatinya dengan perlahan dibuka matanya dan ia dapati senyum yang memang tiada beda. Ia yakinkan dirinya, saling balas senyum dan tatapan. Ia suka, suka dipandangi tingkah manjanya. Andai si pria tau betapa ia sangat suka diusap-usap lemut rambutnya. Benar, benar diusap olehnya. Hangat. Sayang. 

Pria impiannya menjemputnya bangun, bangkit, berjalan keluar rumah dengan senyum yang tak henti-henti ia tunjukkan. Sambil lari-larian kecil menuju tukang jual es krim pria itu tak lepas menjeratnya dengan pesona ilusi merah jambunya. Sesekali mencubit pipinya yang menggumpal dengan gemas. Memandanginya menjumputi kismis dari es krim blueberry miliknya. 

Semuanya berlangsung menyenangkan. Gadis manja dan pria manis yang menyukainya. Pria yang bahkan tidak begitu ia ketahui benar keberadaannya, yang sorot matanya mampu meluluhkan keras hatinya. Seperti sedang diajak berkeliling di pagi hari pada suatu desa berbukit pinus. Dingin. Menyejukkan.

Ia masih enggan membuka tangkup matanya, kegilaan macam apa yang sedang menjangkitinya? Menerawang jauh dan lagi pada wajah yang sama ia terbayang-bayang. Sering ia tersenyum-senyum tidak pula pada lagu yang sama tapi bau tubuhnya masih sama, sorot matanya sama. Aneh. Ia benar-benar sedang jatuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar